Bencana memang tidak mengenal masa. Begitulah kira-kira kalau diibaratkan pandemi covid-19 yang sedang melanda dunia sekarang ini. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa pandemi ini akan membawa dampak sebesar seperti sekarang bagi kehidupan manusia dalam segala aspeknya tak terkecuali dunia pendidikan. Sudah hampir dua tahun dunia pendidikan kita berada pada salah satu masa tersulit yang pernah tercatat dalam sejarahnya.
Kebijakan pembatasan sosial selama masa pandemi covid-19 untuk menekan laju penyebaran covid-19 telah mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tidak pernah dibuat sebelumnya yaitu kebijakan belajar dari rumah. Kebijakan ini mewajibkan siswa belajar dari rumah dengan menerapkan metode pembelajaran jarak jauh/ daring secara masif dan luring/offline di daerah-daerah tertentu dengan berbagai variasinya. Pembelajaran jarak jauh/daring berarti para siswa menggunakan jaringan internet untuk kegiatan pembelajaran, sedangkan metode luring di mana para guru masih bisa menggabungkan metode mengunjungi rumah-rumah siswa dan metode pemberian tugas secara berkala dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Dalam penerapannya, kebijakan ini telah membawa pergulatan besar bagi semua pihak; sekolah (lembaga pendidikan), para guru, para murid, orang tua dan pemerintah. Pergulatan dapat dibahasakan sebagai perjuangan untuk beradaptasi. Pertama, adaptasi dengan Pembatasan sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kedua, adaptasi dengan berbagai metode pembelajaran yang diterapkan selama belajar dari rumah.
Barangkali yang sering menjadi perhatian publik adalah bagaimana pergulatan anak-anak sekolah yang harus belajar dari rumah selama penerapan kebijakan PSBB dan PPKM. Banyak cerita sedih yang menggelitik selama masa PSBB dan PPKM yang melukiskan betapa sulitnya anak-anak sekolah beradaptasi dengan keadaan yang sedang mereka hadapi. Ada cerita tentang masalah finansial di mana anak-anak tidak bisa membeli perangkat pendukung untuk bisa belajar dari rumah seperti HP dan tentu saja paket internet. Anak-anak dari daerah terpencil mengeluhkan susahnya mencari sinyal, bahkan mereka harus ke gunung atau bahkan harus memanjat pohon untuk bisa mendapatkan sinyal.
Masalah tidak berhenti di situ, anak-anak yang sudah berhasil membeli gadget untuk menunjang kegiatan pembelajaran jarak jauh sekarang berhadapan dengan masalah baru, yaitu bagaimana bisa menggunakan gadget itu secara efektif demi menunjang keberhasilan belajar mereka. Banyak anak yang masih gagap teknologi dan membutuhkan waktu yang cukup untuk menguasai perangkat yang baru mereka beli agar bisa digunakan secara efektif dalam kegiatan pembelajaran jarak jauh. Singkat cerita, masih begitu banyak anak-anak kita yang sangat kewalahan untuk beradaptasi secara cepat dengan metode pembelajaran daring yang diterapkan selama masa pandemi. Berita-berita seperti ini seakan menjadi suatu hal yang lumrah di masa pandemi bahkan menjadi trend berita media massa dan media sosial.
Tetapi jangan salah, meskipun banyak cerita sedih yang berseliweran di sana sini, masih ada cerita-cerita gembira yang menggambarkan bahwa begitu banyak para siswa di masa pandemi ini menggunakan momentum belajar dari rumah ini sebagai momen untuk mengeksplorasi talenta-talenta yang selama ini belum mereka kembangka. Ada cerita misalnya anak-anak SMA dari Flores NTT bisa masuk seleksi tingkat nasional dalam lomba debat bahasa Inggris online pada bulan Oktober 2020.
Satu hal yang luput dari perhatian publik adalah bagaimana perjuangan guru di berbagai lembaga pendidikan menyikapi kebijakan social distancing ini dan upaya mereka menerapkan metode pembelajaran yang tepat selama para siswa belajar dari rumah.
Pertama, guru sebagaimana warga negara Indonesia lainnya adalah warga masyarakat yang juga
kena imbas dari pandemi Covid-19. Sebagian besar guru yang selama ini terus berjuang untuk
mendapatkan upah yang layak mengalami nasib sama seperti kebanyakan warga masyarakat
lainnya yang ibarat jatuh tertimpa tangga pula, kehidupannya bertambah sulit selama masa pandemi.
Para guru honorer dan swasta adalah yang paling terbebani. Gaji mereka yang sudah kecil sebelum
pandemi selama masa pandemi mengalami penurunan pula. Pada kondisi seperti ini dilemanya
adalah bagaimana supaya di satu sisi tetap berjuang menjadi guru yang berdedikasi tetapi di pihak
lain tetap menjadi penjamin kesejahteraan bagi keluarga.
Kedua, pergulatan yang sesungguhnya dari para guru adalah bagaimana beradaptasi dengan
pembelajaran daring yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Proses adaptasi ini sangat krusial
karena berkaitan dengan profesinya sebagai seorang guru. Kalau boleh dikatakan pembelajaran
selama masa pandemi covid-19 adalah salah satu ujian terberat yang pernah dilalui para guru
berkaitan dengan profesionalitasnya. Para guru sangat diuji kreativitas dan inovasinya selama
kebijakan belajar dari rumah ini.
Di tengah keterbatasan infrastruktur bagi pelaksanaan pembelajaran daring para guru harus tetap bisa menuntaskan target pencapaian kompetensi standar sesuai yang tertera pada panduan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dikeluarkan Dirjen Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2020. Panduan ini menginstruksikan para guru agar tetap memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa tanpa harus terbebani keharusan untuk menuntaskan pencapaian yang dituntut kurikulum berkaitan dengan kenaikan kelas dan kelulusan.
Fokus pembelajaran menurut panduan ini adalah pada pendidikan kecakapan kehidupan terutama berkaitan dengan pandemi Covid-19. Ini bisa diterjemahkan bahwa guru di satu sisi menjadi contoh dan teladan bagi para siswa dalam hal penerapan protokol kesehatan atau hidup sehat, di sisi lain para guru bisa menjadi creator atau inovator pembelajaran yang tetap menjamin bahwa para siswa tetap belajar meskipun akses fisik ke sekolah ditutup. Dengan kata lain, para guru harus bisa membantu para siswa menghadapi ketidakpastian yang disebabkan oleh pandemi. Para guru harus bisa memastikan para siswa tetap belajar meskipun kegiatan sekolah normal terganggu.
Di tengah keprihatinan terhadap bagaimana gagapnya para siswa kita dalam menggunakan
perangkat teknologi untuk pembelajaran jarak jauh masa pandemi, sebenarnya di saat yang sama
para guru kita juga bergulat dengan hal yang sama yaitu bagaimana dapat memanfaatkan platform
dan berbagai aplikasi pembelajaran online untuk kelancaran pembelajaran jarak jauh. Kalau mau
jujur, masih begitu banyak guru-guru kita yang belum bisa menggunakan perangkat teknologi dan
aplikasi-aplikasi yang ada untuk kelancaran pembelajaran daring. Ali-ali menyalahkan gapteknya
para siswa kita, pekerjaan rumah yang tidak kalah penting adalah bagaimana guru-guru kita perlu
memiliki kompetensi literasi digital yaitu kecakapan informasi, media dan teknologi yang bisa
menunjang keberhasilan dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang guru.
Pada konteks ini, pandemi Covid-19 bagi guru sebanarnya adalah blessing in disguise, ada
berkat yang tersembunyi yang datang bersama wabah Covid-19. Berkat itu adalah kesadaran
akan pentingnya literasi digital sebagai guru abad ke-21. Meskipun di awal tampak menyakitkan
karena seolah-olah seperti "menelanjangi" ketidaksiapan guru-guru dalam menggunakan platform
digital pembelajaran jarak jauh. Lambat laun kesdaran itu berubah menjadi semacam momen
breakthrough di mana para guru dipacu untuk bisa meningkatkan skill informasi, media,
dan teknologinya.
Lewat peristiwa ini para guru semakin sadar akan pentingnya literasi digital bagi pelaksanaan
tugasnya. Lagi pula, salah satu kompetensi yang harus dimiliki seorang guru adalah kompetensi
pedagogik. Kompetensi ini menuntut penguasaan penggunaan media-media pembelajaran seperti
media audio, video dan perangkat teknologi untuk kepentingan pembelajaran. Sadar akan hal ini,
hendaklah berkat ini dimaknai sebagai suatu kesempatan emas bagi guru untuk memperlengkapi
diri dengan kecakapan informasi, media, dan teknologi untuk menunjang profesinya sebagai guru.
Tentu dibalik pergumulan guru-guru dengan keterbatasan infrastruktur dan pengetahuan teknis
tentang pemanfaatan platform digital pada masa pandemi ini ada cerita-cerita dari Timur
Indonesia di mana beberapa sekolah tetap menunjukkan prestasi di tengah keterbatasannya.
Sebut saja misalnya SMAK St. Fransiskus Ruteng-Flores NTT berhasil me-launching digital library
selama masa pandemi untuk menunjang ketersedian buku bacaan bagi siswa selama belajar dari
rumah. Lembaga ini juga memberi apresiasi kepada siswa-siswi yang aktif dalam kegiatan literasi
sekolah dan yang rajin membaca buku di digital library. SMA ini juga secara mantap menerapkan
pembelajaran hybrid learning yaitu memadukan metode tatap muka terbatas dan pembelajaran
jarak jauh dalam media teleconference menggunakan google meet. Baru-baru ini kepala sekolah
SMAK St. Fransiskus Ruteng, Rm. Martinus W. Wililian, Pr. S. Fil. seperti yang dikutip dari
ekorantt.com masuk kategori 20 finalis dalam ajang apresiasi guru dan kepala sekolah pendidikan
menengah dan khusus inspiratif tahun 2021 yang digelar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Teknologi (Kemendikbud).
Tentu ada juga sekolah-sekolah lain yang tetap menunjukkan kreativitasnya di masa pandemi
misalnya Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se-Rayon Ruteng Raya seperti diberitakan oleh
Kupang.Trbunnews.com pada tanggal 25 Oktober 2021. Sekolah-sekolah ini berhasil me-launching
digital library mereka untuk menunjang ketersedian buku bacaan bagi peserta didik yang belajar
dari rumah. Cerita-cerita ini menunjukkan bahwa kita tidak diam, kita tetap berusaha dengan
memanfaatkan apa yang ada pada kita untuk terus belajar dan memberi yang terbaik bagi
terlaksananya pendidikan yang baik bagi anak-anak kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan bijak tanpa keluar dari konteks pembahasan...